Wednesday, October 24, 2012

Di Pinggir Gigil Remang




pernah, aku memburumu di pinggir gigil remang itu
ketika kota lembab oleh senyap cahaya lampu
pintu toko menutup, mobil sekaku tubuh

hujan yang gaduh kian gegas membawa masa lalu
waktu kau dan aku saling janji
untuk tak lagi bertemu

tapi, apa daya, perempuanku
kota yang lembab menjerat kangenku hingga sekarat
merobek batas maut dan hidup yang berkarat

berlari menuju berahi, menggegaskan gelap,
mengucurkan keringat yang berkeriap
mengulum nafsu akan bau tubuhmu

dan berusaha agar kau tahu
bahwa bagi asmara yang terlunta
tak ada tukar—bahkan dengan nyawa!

lantas—mengapa kau tersenyum dan matamu durjana?
apakah sia-sia keinginan untuk menjumpa?
bukankah tubuh sekadar ruang singgah?

antara nama dan tiada,
hasut tanah dan dingin surga,
atau sekejap nikmat yang kelak khianat

maka aku memburumu di pinggir gigil remang itu
memastikan untuk bertemu
jejak kesumat pada tubuhmu

dan kabut enggan luruh, jalan penuh sisa
oleh senyap cahaya lampu
jejak sepatuku—tak pula sua kepadamu


                                                2002




0 comments:

Post a Comment